Beri makan mereka dengan cara klik tombol nya

flash banner

My Blog

Kamis, 07 Maret 2013

Demografi di Korea Selatan

 Demografi di Korea Selatan

Perbedaan regional

Walaupun mempunyai latar belakang etnis yang homogen, namun setiap daerah mempunyai perbedaan regional masing-masing. Di Korea Selatan, perbedaan regional yang terpenting ada di antara wilayah provinsi Gyeongsang yang terbagi atas Gyeongsang Utara dan Gyeongsang Selatan dengan provinsi Jeolla yang juga terbagi atas provinsi Jeolla Utara dan Jeolla Selatan. Dua wilayah yang dipisahkan oleh rangkaian Gunung Jiri ini, mewariskan sikap persaingan sejak zaman Tiga Kerajaan, saat kerajaan Baekje dan Silla bersaing untuk menguasai Semenanjung Korea.
Para peneliti mencatat bahwa perkawinan antar-wilayah ini sangat jarang, dan 4 jalur jalan tol baru yang dibuka pada tahun 1990 untuk menghubungkan Gwangju dan Daegu, ibukota Jeolla Selatan dan Gyeongsang Utara, tidak pernah berhasil mempromosikan pariwisata kedua wilayah tersebut. Elit politik Korea Selatan, termasuk presiden Park Chung Hee, Chun Doo Hwan, dan Roh Tae Woo, semuanya berasal dari wilayah Gyeongsang. Oleh karena itu Gyeongsang disebut-sebut sebagai lumbung elit politik Korea Selatan. Kontras, Jeolla masih tetap menjadi wilayah pedesaan yang kurang berkembang dan miskin. Selain itu rakyat Jeolla dikenal memiliki reputasi suka membangkang.
Kekacauan regional memuncak saat meletusnya Insiden Gwangju tahun 1980 yang menelan korban jiwa sekitar 200 orang di Jeolla Selatan akibat terbunuh oleh pasukan pemerintah. Banyak yang menyebut bahwa tentara yang dikirim berasal dari Gyeongsang.

Stereotipe

Ragam stereotipe regional seperti dialek, telah diatasi dengan pengesahan pendidikan yang tersentralisasi, penyebarluasan media ke seluruh negeri serta perpindahan penduduk secara bertahap. Namun begitu, stereotipe dipandang penting bagi kebanyakan rakyat Korea. Contohnya, orang Gyeonggi, termasuk Seoul dianggap sebagai masyarakat yang berbudaya, orang dari Chungcheong dipandang berperangai lemah lembut seperti yangban. Orang dari Gangwon dianggap miskin dan bebal, sementara orang dari Korea Utara seperti wilayah Pyongan, Hwanghae dan Hamgyong dipandang bersifat cerdas dan agresif. Orang Jeju dipandang berkemauan kuat dan kaum wanitanya mandiri.

Kecenderungan populasi

Populasi Korea Selatan telah berkembang sangat pesat semenjak berdirinya negara republik ini pada tahun 1948. Pada saat sensus untuk pertama kalinya pada tahun 1949, jumlah populasi Korea Selatan mencapai 20.188.641 jiwa. Sensus pada tahun 1985 mencapai angka 40.466.577 jiwa. Pertumbuhan penduduk Korea Selatan cukup lambat, per tahunnya hanya 1,1 % dari tahun 1949 sampai 1955, saat jumlah penduduk menembus angka 21,5 juta jiwa. Pertumbuhan selanjutnya menjadi lebih cepat antara tahun 1955 dan 1966 dengan populasi mencapai 29,2 juta jiwa atau dengan angka pertumbuhan penduduk rata-rata 2,8 %, namun selanjutnya menurun secara signifikan selama periode 1966 sampai 1985 dengan persentase pertumbuhan 1,7. Sesudah itu pun menjadi semakin lambat sampai kurang dari 1 %, seperti yang terjadi di negara-negara industri lain dan ini juga merupakan hasil yang ditargetkan oleh Kementerian Kesehatan dan Hubungan Sosial pada tahun 1990-an. Populasi mencapai 42,2 juta jiwa pada tanggal 1 Januari 1989.
Proporsi total jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 1955, sekitar 41,2 % jumlah populasi adalah usia di bawah 15 tahun, persentase tersebut naik menjadi 43,5 % pada tahun 1966 sebelum turun drastis ke angka 38,3 % pada tahun 1975, 34,2 % pada tahun 1980 dan 29,9 % pada tahun 1985. Di masa lalu, proporsi anak-anak yang besar dalam masyarakat turut membebani kondisi perekonomian negara, khususnya dikarenakan sejumlah besar sumber daya dicurahkan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan. Dengan menurunnya angka pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kelompok usia menengah (dari usia 18,7 tahun sampai 21,8 tahun antara tahun 1960 dan 1980), struktur usia piramida populasi telah berubah menjadi seperti yang umum dijumpai di negara-negara industri lain.
Penurunan angka pertumbuhan penduduk serta kelompok usia di bawah 15 tahun setelah tahun 1966 menunjukkan kesuksesan dari program pengendalian kelahiran, baik secara resmi maupun tidak. Pemerintahan Presiden Syngman Rhee (1948-1960) dikenal agak konservatif dalam menangani pengendalian kelahiran. Walaupun kampanye keluarga berencana pertama kali diprakarsai oleh kelompok gereja Kristen pada tahun 1957, baru sampai tahun 1962 pada masa pemerintahan Park Chung Hee dimana dimulainya program keluarga berencana secara luas di seluruh negeri, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Faktor lain yang ikut berkontribusi terhadap menurunnya angka pertumbuhan penduduk adalah urbanisasi, usia pernikahan yang melambat untuk pria maupun wanita, taraf pendidikan yang semakin tinggi, besarnya jumlah angkatan kerja wanita, serta standar kesehatan yang semakin baik.
Lembaga-lembaga masyarakat baik yang umum ataupun privat ikut terlibat dalam program keluarga berencana bersama badan-badan pemerintahan seperti Kementrian Kesehatan dan Hubungan Sosial, Kementrian Hubungan Rumah Tangga, Federasi Keluarga Berencana Korea serta Korea Institut bagian Keluarga Berencana. Di akhir tahun 1980-an, badan-badan ini aktif dalam membagikan informasi dan alat pengendalian kelahiran, membuka ruang bagi wanita tentang metode keluarga berencana, serta memberikan subsidi dan hak khusus (seperti pinjaman berbunga rendah) untuk para orangtua yang telah melakukan sterilisasi. Pada tahun 1983 terdapat 426.000 orang di Korea Selatan yang melakukan sterilisasi dan pada tahun berikutnya meningkat menjadi 502.000 orang.
Undang-Undang tahun 1973 mengenai Kesehatan Anak dan Ibu melegalkan aborsi. Pada tahun 1983, pemerintah mulai menghentikan pemberian keuntungan dari asuransi medis berupa perawatan untuk ibu mengandung yang memiliki 3 anak atau lebih. Selain itu pemerintah juga menghentikan pemberian potongan pajak untuk biaya pendidikan bagi orang tua yang mempunyai 2 anak atau lebih.
Seperti di Cina, orang Korea kebanyakan masih mempunyai pandangan kolot terhadap program keluarga berencana. Orang Korea lebih memilih mempunyai anak laki-laki dibanding perempuan, dimana di Korea yang sangat kuat pengaruh Konfusianisme sehingga anak laki-laki lebih diutamakan karena dianggap sebagai pelindung orang tua di hari-hari tua mereka serta sebagai penerus nama keluarga, artinya orang tua yang hanya memiliki anak perempuan biasanya akan mempunyai anak lagi sampai mendapat anak laki-laki. Pemerintah telah mendorong pasangan suami istri agar mempunyai satu anak saja. Hal ini telah menjadi tema yang cukup dikenal dalam iklan di masyarakat, yang berbunyi ”mempunyai satu anak saja dan merawatnya dengan baik.” Total angka fertilitas (jumlah kelahiran dari seorang ibu dalam hidupnya) telah menurun dari 6,1 kelahiran pada tahun 1960 menjadi 4,2 pada tahun 1970, 2,8 pada tahun 1980 dan 2,4 pada tahun 1984. Jumlah kelahiran yang selamat meningkat pesat dari 711.810 pada tahun 1978 menjadi 917.860 pada tahun 1982. Pada tahun 1986, jumlah angka kelahiran kembali menurun menjadi 806.041 kelahiran.
Berdasarkan Lembaga Perencanaan Ekonomi pemerintah, penduduk Korea Selatan akan mencapai total antara 46 juta sampai 48 juta jiwa sampai akhir abad ke-20, dengan angka perutumbuhan penduduk berkisar antara 0,9 sampai 1,2 persen. Lalu populasi akan mengalami stabilisasi (berhenti bertumbuh) pada tahun 2023 dengan populasi sekitar 52,6 juta jiwa.
Angka kelahiran di Korea Selatan kini menjadi salah satu yang terendah di dunia. Pada tahun 2006, tercatat 452.000 kelahiran dengan persentase 9,22, meningkat sedikit daripada tahun sebelumnya yakni 438.000 kelahiran pada persentase 8,97.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar di blog kami dengan bahasa yang baik..

Hiburan Kita © 2008 Template by:
SkinCorner
Free Neji Cursors at www.totallyfreecursors.com